PT. Arun LNG: Pelopor Perdagangan Gas Bumi di Dunia Putuskan menggandeng Jepang. Siapa yang Menjadi Tokoh Utamanya?

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) PT. Arun di Lhokseumawe, Aceh.
 

            Acta Diurna - Perusahaan Arun Natural Gas Liquefaction, lebih dikenal dengan PT Arun NGL, adalah perusahaan penghasil gas alam cair Indonesia. Di Tahun 1990 Arun NGL menjadi salah satu perusahaan pertama yang melakukan perdagangan internasional gas bumi dan menjadi salah satu penghasil LNG (gas alam cair) terbesar di dunia. Kilang gas ini berada di Arun, Lhokseumawe, Aceh Utara. Proyek ini juga yang merupakan pionir dari Asian LNG Market yang masih berlaku hingga saat ini.

           PT Arun didirikan pada pada tanggal 16 Maret 1974 di bawah PT Pertamina sebagai perusahaan operator. Perusahaan ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 19 September 1978 setelah berhasil melakukan perdagangan pertama dengan Jepang.

Menurut Dian Annisa Nu Ridha, Dosen Airlangga yang mengisi webinar Isu Terkini Studi Kejepangan di Indonesia Bidang Bahasa, Budaya, Sastra, dan Sejarah mengatakan bahwa pada awalnya gas alam akan didistribusikan di dalam negeri, khususnya di pulau Jawa. Namun karena pembeli tidak bisa membeli dengan harga yang kompetitif, alternatif perdangangan internasional mulai di lakukan.

Agenda pertama, Indonesia merencanakan untuk melakukan ekspor dengan Singapura dan California, namun karena keterbatasan infrastruktur dan distribusi gas dari Aceh, kegiatan ekspor tidak memungkinkan. Berbeda dengan minyak bumi yang langsung bisa dijual di pasar internasional, gas bumi harus dijual secara langsung kepada pembeli karena ketiadaan pasar internasional untuk gas bumi pada masa itu.

Awal tahun 1970, terjadi Krisis Minyak Dunia yang dimulai ketika negera-negara OPEC melakukan embargo minyak sebagai bentuk protes terhadap negera-negara Barat yang mendukung Israel dalam Perang Yom Kippur. Melambungnya harga minyak dunia melumpuhkan industri Jepang yang bergantung pada pasokan minyak impor. Karena itu, Jepang mulai melakukan pencarian sumber energi alternatif minyak bumi dan gas alam dianggap sebagai pilihan yang tepat selain batu bara.

Adanya dukungan langsung dari Presiden Suharto yang bernegoisasi dengan pihak Jepang sebagai poin penting dalam negoisasi Arun karena hal itu dianggap adanya komitmen yang serius dari pemerintah Indonesia.

Pada saat itu, Indonesia adalah satu-satunya produsen gas yang memungkinkan bagi Jepang. Demikian pula Jepang merupakan satu-satunya pasar gas bumi Indonesia. Keterbatasan pasar dan produsen ini berfungsi sebagai intensif bagi kedua negara untuk bekerja sama di proyek Arun.

Hal ini tentu berbeda pada masa sekarang, di mana Indonesia memiliki pilihan pasar untuk gas buminya seperti Cina, Korea Selatan, ataupun Taiwan. Demikian pula dengan Jepang yang saat ini pemasok gas buminya berasal dari Australia dan Qatar.

Dikarenakan keterbatasan produsen dan konsumen tersebut, kesulitan dalam pembangunan Arun lebih terbatas pada kesulitas teknis, dan bukan perang harga sebagaimana yang terjadi saat ini.

Di tahun 2012, gas alam Indonesia menipis dan pemerintah melakukan kebijakan revenue based paradigm ke development based paradigm yakni melihat pembangunan di sektor SDA bukan hanya didasari oleh kepentingan ekonomi tetapi juga tujuan pembangunan dalam jangka panjang. Terlepas dari keberhasilannya secara finansial, proyek Arun merupakan sejarah emas bagi Indonesia di sektor SDA. Proyek Arun dianggap sebagai kerja sama terbaik antara dua negara Indonesia-Jepang dan sulit untuk diduplikasi di masa kini dikarenakan perubahan pradigma manajemen SDA di Indonesia.

Penulis: I’ir Hikmatul Choiro

Posting Komentar

0 Komentar